Aku sayang sama dia, aku suka sama dia. Cuma dia yang aku sukai, nggak ada yang lain. Tapi, aku nggak yakin aku akan diterima. Aku ingin segera mengungkapkan perasaan ini, tapi bagaimana kalau dia suka cowok lain? Kalau dia nolak aku? Mau ditaruh dimana muka ku ini? Ditolak cewek? Sungguh memalukan. Baru pertama kali suka sama cewek, baru pertama kali mengungkapkan rasa sama cewek, malu banget kalau ditolak. Ahhhh… bingung. Kenapa harus ada cinta di dunia ini? Kenapa aku harus naksir sama cewek? Kenapa harus tumbuh cinta di diriku? Ya tuhan… Kenapa, oh kenapa?... Hampir lupa, aku belum memperkenalkan diriku. Aku Alex. Sekarang ini, dikelas 3 SMA, aku baru merasakan jatuh cinta. Dan cewek yang sudah membuatku jatuh cinta, dan membuatku ingin merasakan cinta, dan ingin membuatku mengerti apa arti cinta yang sesungguhnya, adalah Valetta. Cewek cantik yang mempunyai tubuh tinggi semampai dan langsing, rambut hitam berkilau yang panjang sepinggang, mata berwarna cokelat bening, kulit yang putih berseri dan halus, wajah yang sangat amat cantik. Tapi, kecantikkannya tidak dari luar. Menurutku, dalam dan luarnya cantik semua. Apa yang kurang dari dia? Sudah cantik, baik pula. Dia lah gadis impianku yang sangat sempurna. Banyak yang suka dengan Valetta bahkan banyak pula yang mengutarakan cintanya ke Valetta, tapi alhasil, ditolak. Dan itu lah sebabnya, kenapa aku tidak berani mengutarakan cintaku. Takut aku senasib dengan cowok-cowok yang lain. Ditolak.
Malam ini aku ingin mengajak jalan Valetta, tapi aku nggak yakin dia mau. Aku berulang kali mengambil handphoneku dan berulang kali meletakkannya kembali. Tiba-tiba saja handphoneku menjeritkan lagu Ungu - Dirimu Satu. Aku melihat layar handphoneku, “Valetta?”. Malam-malam begini Valetta menelfonku. Ada apa, ya? Sejenak berpikir, tapi takut terlalu lama berpikir, aku langsung menyentuh tombol hijau. Ya, handphoneku touch screen.
“Hallo.” ucapku.
“Alex?”
“Iya. Ada apa, Valetta?”
“Ada waktu kosong?”
“Sekarang.”
“Bisa ketemuan?”
‘WHAT?! Valetta, ngajakin aku ketemuan? Malam hari begini? Ada apa, ya?’ renungku sejenak.
“Alex, kamu masih disana?”
“Oh, iya…ya, aku masih disini.” jawabku. ‘Pucuk dicita, ulam pun tiba. Nggak boleh menyiakan kesempatan ini.’ batinku, “Dimana?”
“Danau dekat taman indah.”
“Baiklah. 30 menit aku kesana.”
“Ok. Bye…”
“Bye…” sudah terdengar nada sambung terputus. Aku hanya ganti celana, karena aku sedari tadi memakai kemeja hitam. Entah kenapa tiba-tiba aku pakai kemeja, padahal hari biasa atau hari santai aku selalu memakai kaos. Tidak penting. Aku sudah ganti celana jins panjang, menyambar kunci motorku, memakaia jaket dan melesatkan motor keluar dari halaman rumah, menuju danau dekat taman indah.
Tidak sampai 30 menit aku sudah sampai. Aku memarkirkan sepeda motorku didekat taman, karena letak taman dan danau dekat, jadi aku parker disitu. Aku berjalan santai menyusuri jalanan yang ditumbuhi rerumputan. Sembari menengok kanan kiri, dan itu dia… Dia ada dipinggir danau. Mengenakan kemeja dan celana jins ¾ yang menunjukkan kulit putihnya dibawah sinar bulan. Aku berjalan mendekati Valetta.
“Hai, Alex.”
“Hai.”
“Duduk atau berdiri disini?”
“Berdiri saja. Aku lama tidak melihat pemandangan dimalam hari. Buy the way, ada apa kamu mengajakku ketemuan?”
“Alex, salah kalau aku mencintai seseorang?” tanyanya tiba-tiba. Aku tidak langsung menjawab pertanyaannya. Aku diam sejenak. Saat itu juga, aku sudah putus asa. Aku sudah membulatkan tekadku untuk membuang jauh-jauh rasa cintaku sama Valetta, karena kau yakin seyakin-yakinnya, kalau aku bukan cowok yang dia sukai.
“Tidak jika seseorang itu tulus mencintaimu, dan salah jika seseorang itu mempermainkanmu.” jawabku akhirnya, dengan nada yang menunjukkan kekecewaan.
“Dan salah kalau mencintaimu?” aku langsung memalingkan wajahku ke Valetta yang sedari tadi aku memandang suasana danau dimalam hari.
“Apa maksudnya?”
“Apa kamu tidak suka kalau aku menyukaimu?” Valetta bukannya menjawab pertanyaanku, tapi dia malah balik bertanya.
“Bukannya begitu. Tapi, aku…” kata-kataku terputus karena aku sangat amat kaget. Tiba-tiba saja Valetta memelukku.
“Aku… Aku harus katakan ini. Aku nggak tahan lagi mendengar kata-kata mereka yang selalu mengagumimu.” ucapnya dengan nada yang di ikuti isak tangis. Saat itu juga mataku terbelalak mendengar ucapan dari Valetta. Aku mencoba melepaskan dia dari pelukan, tapi Valetta makin memperkencang pelukannya. Aku putuskan untuk memeluknya kembali.
“Siapa maksudmu mereka itu?” tanyaku, sembari mengelus-elus rambutnya yang panjang tergerai dengan lembut.
“Mereka. Mereka, para cewek-cewek disekolah dan dikelas kita. Alex, apa kamu nggak sadar? Kamu itu keren, baik, pintar, dan kamu sangat sempurna dimata para cewek diluar sana dan di kedua mataku. Kalau dibandingkan dengan cowok yang lain, mereka kalah. Apa kamu nggak sadar kalau sikapku menolak cowok-cowok itu aku lakukan demi kamu?” Valetta diam sejenak, menarik nafas. “Aku menolak cowok-cowok diluar sana karena mereka nggak ada satu pun yang seperti kamu. Mereka sangat beda dengan kamu. Mereka tidak sesempurna kamu. Kamu sangat amat sempurna, Alex. Maka dari itu, aku suka sama kamu. Aku jatuh cinta sama kamu.”
Aku perlahan melepaskan dia dari pelukanku. Mengangkat kepalanya dan menghapus air matanya yang masih menetes. “Karena kamu sudah menangis gara-gara aku, aku merasa bersalah. Aku ingin minta maaf, tapi aku nggak tau gimana caranya. Jadi, aku mau, kamu melakukan apa pun untukmu, asal maafku diterima dan kamu nggak nangis lagi.”
“Aku hanya ingin kamu melakukan satu. Jawab pertanyaanku.”
Aku pun mengangguk.
“Siapa cewek yang kamu sukai? Kamu menjawabnya dengan cara : kalau kamu pergi dan meninggalkan aku sendiri disini, berarti bukan aku cewek yang kamu sukai. Tapi kalau cewek yang kamu sukai itu aku, kiss me!”
“Are you sure?”
Valetta menatapku dengan kebingungan.
“Apa kamu yakin ingin mengetahui siapa cewek yang aku suka?”
Valetta mengangguk.
“Baiklah. Jangan pejamkan mata, aku akan melakukan apa yang kamu inginkan.”
“Aku hitung sampai 3, mulai dari sekarang. 1… 2… 3…” ucapnya. Aku berlari meninggalkan dia. Sekilas aku melihat wajahnya kecewa dan sedih, dan 3 detik kemudian. Aku kembali. Aku berlari mendekatinya dari belakang dan melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Karena aku sayang sama Valetta, aku cinta sama dia, aku suka sama dia. Aku menciumnya. Awalnya, aku masih melihat kedua mata cokelat beningnya masih terbuka, dan saat aku mencium, aku melihat dia memejamkan mata, aku pun ikut memejamkan mata. Ciuman itu terjadi, cukup lama. Bahkan kalau dihitung, sangat lama. Tapi entah berapa lama. Dan perlahan, ciuman itu terurai. Jarakku dengannya tidak sedekat tadi, masih ada renggang.
“Alex?” Valetta mengeluarkan air mata lagi. Kali ini air mata terharu dan bahagia.
“Aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Dan aku telah membuktikannya dengan melakukan apa yang perintahkan.” ucapku, meletakkan kedua telapak tanganku dikedua pipinya.
“Itu menjadi ciuman pertama kita.”
Aku mengangguk. Valetta langsung mendorong tubuhnya masuk ke dalam pelukanku lagi, “Makasih sudah mau menyayangiku, Alex.”
“Makasih sudah menyukaiku, Valetta.” Dan pada akhirnya, aku dan Valetta jadian. Aku tidak menyangka dia menyukaiku dan dia yang mengawali ini semua. Kalau Valetta tidak melakukan ini, mungkin aku akan berlutut didepannya untuk menjadi my beloved. Tapi, ternyata. Dia yang menyuruhku untuk melakukannya dan aku senang melakukannya. Meskipun aku melakukannya disaat aku belum mengerti arti cinta yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar