M |
alam ini, tidak ada malam minggu. Padahal, malam ini adalah malam minggu. Biasanya Clara pergi sama cowoknya, tapi nggak biasanya malam ini dia ada dikamar. Mengurung diri sejak makan siang tadi. Dan aku, juga nggak punya cowok. Jadi, tidak keluar malam minggu.
Clara Grace adik perempuanku satu-satunya. Dia adik yang cantik, pengertian, baik, dan sayang sama siapa saja. Dia juga ringan tangan, nggak pernah ada orang yang nggak dia tolong. Pasti, pasti setiap orang yang kesusahan pasti di tolongnya. Clara setiap malam minggu keluar sama cowoknya, Harry. Clara kelas 2 SMA, dia satu sekolah denganku. Dan Harry sekelas dengannya bahkan sebangku. Oh iya, aku Jasmine, Jasmine Grace.
Selain ada Clara, adik perempuanku yang baik dan cantik. Aku juga punya sahabat cowok yang dari kecil sampai sekarang masih denganku kemanapun dan dimana pun berada. Jorge. Ya, Jorge adalah sahabatku sejak kecil. Sampai sekarang, kelas 3 SMA. Aku masih dengan dia. Dari dulu sampai sekarang, aku satu sekolah, satu kelas dan satu bangku dengan Jorge. Sangat langgeng persahabatan ini.
Tapi, aneh... Memang malam ini malam minggu dan pertama kalinya selama hidupku, aku keluar sama cowok waktu malam minggu. Jorge, jam 18.00 telfon aku dengan tiba-tiba dan tanpa basa-basi mengucapkan hallo atau apa, dia to the point banget. Langsung menyuruhku ganti baju, dandan secantik mungkin dan menunggunya datang didepan rumahku. Selesai menyuruhku, dia langsung menutup telfon tanpa aku menjawab perintahnya. Dengan perasaan dan pikiran penuh tanda tanya, aku ganti baju dan dandan seperti biasa. Lalu, menunggu dia didepan rumahku. Dan baru aku sadari, pertama kali ini aku dengan mudah melakukan yang di perintahkan Jorge.
5 menit kemudian, Jorge datang dengan motor ninja merahnya.
“Ayo, naik!” katanya membuka kaca helm. Aku langsung menghampirinya, keluar dari teras rumah, meninggalkan halaman rumah dan menutup pagar. Menatapnya saat aku sudah ada di hadapannya. “Ini pakai.”
Aku mengambil jaket hitam dari tangan kirinya. “Buat apa?”
“Udah malam, nanti kamu sakit. Pakai aja jaketku.”
Aku hanya mengangguk dan memakai jaket hitam itu. Naik motor ninja merah dengan bantuan dari Jorge, karena aku susah naik motor. Terlalu tinggi. Aku nggak tau mau di ajak kemana sama Jorge, aku ikut aja.
30 menit perjalanan, aku dan Jorge sampai di toko aksesoris.
“Ngapain?”
“Masuk, yuk!”
Aku hanya mengangguk. Jorge membantuku turun dari motor ninja merahnya dan melepaskan jaket dari yang tadi aku pakai.
“Kamu ambil 2 barang yang kamu suka, terus kasihin ke aku.” katanya waktu kami ada di dalam toko yang penuh pernak-pernik cewek. Aku pun menuruti perintah Jorge. Aku keliling sekitar toko, melihat-lihat barang yang akan ku pilih dan akhirnya aku memilih bantal mungil warna merah hati dan bertuliskan I LOVE YOU di bagian depannya. Dan tinggal satu barang lagi. Hmmm, apa ya? Ah, aku tau.
“Ini.” ucapku dan memberikan 2 barang pilihanku ke Jorge.
“Kamu suka ini?”
Aku hanya mengangguk.
“Baik.” ucapnya, “Mbak, bungkus ini secantik mungkin ya.” katanya ke penjaga kasir. Memalingkan wajah ke aku, “Kamu tunggu di luar.”
“Kenapa?”
“Udah, tunggu aja. Bentar, kok.”
Aku hanya mengangguk, lalu keluar dari toko.
3 menit kemudian. Jorge keluar dengan tangan kiri membawa tas cantik warna merah. ‘Mungkin itu bungkusan yang tadi.’ ucapku dalam hati waktu melihat tas di tangan kiri Jorge. ‘Tapi, buat siapa ya? Kalau dari bentuk dan pilihanku, pasti buat cewek. Tapi, siapa cewek itu? Apa buat cewek yang dia suka? Tapi, kok dia nggak pernah cerita ke aku kalau misalnya dia suka cewek?’
“Sudah. Kamu mau kemana?”
Aku hanya menatapnya. Tanpa menjawab pertanyaannya.
“Aduh, putri cantik melamun.”
“Apa’n sih?!”
“Mau kemana?”
“Pulang aja, deh.”
“Ya udah. Naik kalau gitu.” Aku naik motor dan sudah memakai jaket hitamnya.
Waktu di tengah jalan, suddenly tanganku refleks. Kedua tanganku melingkar ke tubuh Jorge, dan itu ada alasannya. Karena, Jorge tiba-tiba ngebut dan aku paling phobia dengan kecepatan. Jadi, aku langsung memeluknya dan menenggelamkan wajahku dalam-dalam ke punggunnya. Saat itu juga, aku merasa jantungku berdetak cepat, tidak teratur, waktu tangan kirinya menggenggam tanganku yang melingkar di tubuhnya. ‘Oh my god! Ada apa ini? Kenapa jantungku berdegup cepat? Padahal hal ini sudah biasa terjadi, tapi kenapa kali ini rasanya beda. Ada apa tuhan?’ ucapku dalam hati.
“Sudah sampai.” ucap Jorge menengok ke belakang dan tangannya masih menggenggam tanganku.
“Eh, iya.” ucapku lirih. Mengangkat kepala, melepaskan diri dari pelukannya dan perlahan turun dari motornya. “Makasih.”
Jorge tidak merespon ucapanku. Dia langsung pergi dan jaketnya masih ada padaku. ‘Ada apa, sih sama dia? Aneh banget.’ ucapku dalam hati. Dengan kebingungan aku masuk rumah.
Sampai kamar, aku ganti baju dan menyimpan jaket Jorge. Cuci tangan, kaki, muka dan sikat gigi. Setelah itu terjun ke kasur dan memejamkan mata. Tapi…
“Good night, my beloved. Nice dream, my love. Love you.”
HAH?! Nggak salah? Sms dari…? Dia… Dia… Mengucapkan selamat malam, tapi ada kata ‘beloved? My love? Love you?’ apa nggak salah kirim dia?. Aku ingin membalasnya tapi, mataku tidak bisa diajak bekerja sama. Dengan hand phone masih di genggaman, aku memejamkan mata.
Ke esokkan paginya. Jorge masih seperti biasanya. Menjemputku dengan ninja merahnya dan berangkat bersamanya.
“Good morning, princess.” sapanya manis.
“Jorge, biasa aja donk. Kamu itu aneh, tau. Kamu salah kirim sms tadi malam, ya? Terus, kamu habis sarapan apa? Sampai panggil aku princess. Nggak biasanya.”
Jorge nggak menjawab. Dia langsung membantuku naik motornya. Menarik kedua tanganku melingkari tubuhnya dan, “Pegangan yang kenceng.” Aku pun dengan mudah menurut dan menenggelamkan wajahku ke punggungnya, seperti tadi malam.
“Loh, kok?”
“Sekolah libur. Sekarang hari minggu.” jelas Jorge membuka helmnya dan turun dari motornya.
“Tapi… Tadi Clara…” suddenly, telunjuk kiri Jorge menutup bibirku. Sontak, aku pun diam dan lagi-lagi… Jantungku berdetak tak karuan, kedua tanganku serasa terkubur dalam balok es yang sangat besar dan dingin.
“Aku sudah bilang sama Clara. Clara aku suruh pakai seragam sekolah, tapi sebenarnya dia sekarang ada di bioskop sama Harry, dan papa mama mu juga sudah tau.”
“Jorge, apa sih maksud semua ini? Terus, kenapa kamu menjemputku?”
“Aku jelaskan semua di dalam, maka dari itu aku jemput kamu dan aku yakin seyakin-yakinnya kamu lupa kalau hari ini hari minggu.”
Aku hanya menunduk, malu.
“Baiklah, ayo masuk!”
Aku mengikutinnya. Aku dan Jorge masuk ke taman biasanya dan sampai di dalam, kita duduk dibangku taman. Jorge masih menatapku. Sejak di depan taman sampai di dalam taman dan duduk di bangku taman, pandangannya tidak lepas dariku.
“Jelaskan!” pintaku to the point.
“Listen to me and look my eyes!”
Aku menatap kedua matanya, dan… tangannya menggenggam kedua tanganku. “Aku sayang sama kamu.”
“Jorge, aku tau. Waktu itu kamu udah bilang. Kalau nggak salah, waktu SMP.”
“Yaa, itu benar. Dan sekarang, di SMA. Rasa sayang itu berbeda. Rasa sayang itu tumbuh menjadi lebih dari kata-kataku waktu di SMP.”
“Aku nggak ngerti maksudmu.”
“Waktu SMP, aku bilang sayang sama kamu karena kamu sudah aku anggap adik perempuanku dan sahabatku. Dan kamu juga begitu ke aku.”
Aku mengangguk.
“Di SMA, rasa itu tumbuh menjadi lebih dari sahabat dan adik perempuan. Rasa sayang itu tumbuh menjadi…” ucapnya terhenti.
“Menjadi?”
“Menjadi kasih sayang, dan… Cinta.”
“HAH?!”
“Aku sayang sama kamu, lebih dari teman, sahabat, adik cewek dan lainnya. Aku cinta sama kamu.”
“Eh… Jorge…”
“Aku sayang kamu waktu kelas 1 SMA. Aku kira perasaan itu hanya sesaat, jadi aku hiraukan. Tapi lama kelamaan perasaan itu makin tumbuh dan makin kuat. Awalnya aku mau mengungkapkannya di kelas 2, tapi aku nggak yakin. Jadi aku pendam rasa ini dan setia menunggu sampai waktu yang tepat.” jelasnya. “Kamu nggak perlu jawab, karena aku tau. Aku tau, kamu sayang sama aku hanya sebatas sahabat nggak lebih.”
“Eh… Nggak, kok.”
“Sssttt…” dia mengambil sebuah kotak yang dibungkus rapi yang dia bawa waktu jemput aku dari rumah dan dia memberikan kotak itu ke aku.
“Apa ini?”
Dia hanya tersenyum.
Mataku terbelalak dan mengeluarkan isi kotak itu, “Apa… Apa kamu…”
“Itu ucapan dari hatiku untuk mu. Just for you.”
Aku menatapnya. Menatap kedua matanya dan dari kedua matanya aku mendapat jawaban yang sama dari yang dia ucapkan. Aku memeluknya dan meneteskan air mata. Pelukan ini beda, sangat beda di bandingkan dengan pelukan waktu aku dan Jorge masih kecil dan waktu yang lalu-lalu. Pelukan ini pelukan lebih dari hubungan teman, hubungan sahabat.
“How?” tanyanya, melepaskum dari pelukannya.
Aku mengusap air mataku dan mengangguk. Jorge tersenyum, senyum yang sangat bahagia dan manis.
“Tapi…”
“Iya? Ada apa?”
“Kita tidak bisa menjalani hubungan ini. Aku dapat beasiswa di London. 3 tahun.”
“No problem. Aku juga dapat beasiswa di Korea.” aku memeluk hadiah pemberiannya tadi. “Jorge, jadi kemarin malam kamu mengajakku pergi dan menyuruhku memilih batang yang aku sukai itu untuk ku?”
Jorge merogoh kantung celana jinsnya dan…
“Kamu memilih ini kan? Dan sekarang semuanya pertanyaanmu waktu itu terjawab sudah.”
“Jadi?”
“Iya. Kamu memilih yang sangat pas. Kalung ini kamu pakai satu dan aku pakai satu.”
Aku hanya tersenyum, dan Jorge memakaikan kalung pasangan itu ke aku. Kalung pasangan yang aku pilih kemarin malam dengan bantal mungil yang bertuliskan I LOVE YOU di bagian depannya, “Ada satu lagi.”
Dia merogoh kantung jaketnya dan mengeluarkan…
“Cincin pasangan?”
“Ada kalung, ada cincin.”
“Jorge.”
“Kalung dan cincin ini sebagai tanda hubungan kita. Kamu dan aku 3 tahun terpisah dan kalau bertemu pasti hanya waktu liburan, itu pun hanya beberapa minggu.”
Aku diam, mengusap air mataku yang keluar dan menetes lagi.
“Cincin tanda orang Indonesia kalau sudah menikah, kalung tanda orang India kalau sudah menikah. Tapi, kita memakainya sebagai tanda kalau kita sudah menjalin hubungan.” ucapnya sebijak mungkin dan memelukku.
“Aku sayang kamu, Jorge. Lebih dari sahabat.”
“Aku sayang kamu, Jasmine. Lebih dari sahabat.” ucapnya lalu mencium keningku. “Kamu simpan bantal hati ini, kalung dan cincin ini sampai beasiswa kita selesai.”
Aku hanya mengangguk…
“Kita pulang, Jorge.”
“Baiklah. Aku mau packing barang-barangku buat ke London. Karena hari ini memang liburan kelulusan.”
“Apa?”
“Iya. Tepat hari minggu, hari libut. Nanti ijasahnya di antar ke rumah masing-masing.”
“Ohh. Kalau begitu, aku juga mau packing buat ke Korea.”
Akhirnya, aku dan Jorge mengungkapkan perasaan masing-masing. Tapi, kita tidak tau apa hubungan kita. Karena kita mendapat beasiswa di negara yang jauh dan berbeda.
Ada lanjutan kisah dari “Kesetiaan Hati”. Yaitu… “Kekuatan Cinta”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar