P |
agi yang indah, udara yang segar, dan masih ada banyak embun yang menutupi tamanku. Aku berjalan menembus embun-embun, menghirup aroma wangi di setiap bungan dan tumbuhan yang aku lewati. Memutari taman sambil menari-nari, merindukan suasana ini. Suasana yang tenang, dingin, dan damai. Setiap pagi, aku menyusuri tamanku. Taman yang aku buat bersama abangku, Jose Glad. Abang yang sayang sama aku, abang yang selalu ada untukku, dan abang yang selalu menjaga setiap saat. Tapi untuk sementara waktu ini, aku menjaga diri sendiri. 2 tahun tidak bertemu dengan dia, rasanya ada yang hilang dari hidupku. Kak Jose kuliah ke luar negeri, USA. Aku sempat protes sama dia, kenapa dia kuliah disana. Tapi karena ini perintah papa, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan ini juga kemauannya. Aku selalu merasa nyaman dan senang ditaman ini, karena setiap aku kemari, aku merasa abangku ada disini. Menemaniku menikmati udara segar di pagi hari. Sudah cukup menyusuri taman. Aku duduk dibangku taman, karena memang sengaja aku dan abang siapkan untuk sewaktu-waktu jika kami lelah saat bertanam. Aku duduk dibangku taman memandangai sekeliling taman yang penuh dengan bunga-bunga yang cantik dan warna-warni. Saat angin berhembus sepoi-sepoi, rambutku berkibar. Warna hitam dan cokelat berkibar, panjang tergerai dan menutupi wajahku. Aku mengibaskan rambutku. Masih menikmati udara taman pagi hari, menghirup udara dan aku mencium aroma yang tidak asing di hidungku. “Aroma jasmine.” yaah, nggak salah lagi. Ini aroma abangku. Tapi, ini belum waktunya dia pulang ke Indonesia. Masih ada 6 bulan lagi. Aku mungkin salah mencium aroma ini. Jadi aku mengabaikan aroma ini. Tunggu… Aroma ini makin tercium, semakin dekat denganku. Dan, ada tanagn yang menyandar dibahu kiriku dari belakang. Sontak aku langsung menoleh ke belakang. Ternyata… “Abang?!” aku berseru. Aku langsung berdiri, berlari kecil mendekati abangku, dan langsung memeluknya. “Abang, aku kangen.”
“Aku juga, Va.” balas kak Jose sembari mengelus-elus lembut rambutku.
Aku melepaskan diri, menatap wajahnya, lalu mencubit hidungnya.
“Aduh! Sakit, Neiva!”
“Aku cuma mau memastikan kalau ini kakak atau bukan.”
“Ini aku, abangmu. Joss Glad.”
“Kok pulangnya cepet? Bukannya masih ada 6 bulan lagi, ya?”
“Kakak sengaja pulang cepet, kakak nggak tahan di sana. Kakak kangen sama negeri kakak sendiri, kangen papa mama, sama kamu. Kamu ngapain pagi-pagi gini ada disini?”
“Selama kakak di USA, setiap pagi aku selalu ke sini. Aku ngerasa nyaman disini kak, aku ngerasa kakak ada disini menemaniku.”
“Dan sekarang aku ada disini. Aku yang sebenarnya.”
Aku memeluk abangku. Ini yang aku inginkan semenjak dia pergi. Memeluknya rapat-rapat dan menahannya pergi lagi.
“Neiva, aku bawa teman dari USA. Dia mau kenalan sama kamu.”
Aku melepaskan diri dari pelukan, menatapnya dengan bingung.
“Dia bukan asli USA, dia temanku semasa SMA.”
“Apakah aku mengenalnya?” bukannya menjawab pertanyaanku, kak Jose hanya tersenyum. Menggandeng tanganku dan menarikku ke rumah kaca. Dengan mudahnya, aku mengikuti langkah kakinya. Rumah kaca, yaa. Rumah kaca itu khusus untuk kakakku. Di rumah kaca itu, cuma tumbuhan herbal yang kak Jose tanam.
“Itu dia.” aku melihat sosok lelaki yang dari segi penampilannya nggak asing bagiku. Aku belum bisa melihat wajahnya, karena dia berdiri membelakangiku. “Panggil aja, nanti dia nengok.” bisik kak Jose.
Aku pun menuruti kata kak Jose, ”Hy.” benar kata kak Jose. Sosok lelaki itu langsung balik badan, dan kini dia menghadap ke aku dan kak Jose. Tapi, aku masih saja belum mengenalinya. Dia pakai kacamata. “Bisakah kamu membuka kacamatamu?” ucapku. Dan itu bukan perintah dari kak Jose, aku sendiri yang menemukan kata itu. Tanpa membuka mulut, lelaki itu membuka kacamata. Dan… aku berlari kepadanya. Memeluknya.
“How are you, Neiva Glad?”
“I’m fine.” balasku dalam pelukannya.
“Do you miss me?”
Aku mengangguk. Masih dalam pelukannya. Aku nggak mau dia pergi lagi. Sudah ketiga kalinya dia pergi meninggalkanku.
“I miss you, too. Nevi ku sayang.” bahkan dia masih ingat dengan panggilan sayangnya untukku. Aku melepaskan pelukan, menatap kedua matanya. “Tenang, ini masih aku. Aku yang dulu. Aku yang selalu kamu sayangi sampai kapanpun.” memang benar, dia masih dia yang dulu. Dia yang selalu aku sayangi sampai kapanpun. Dia tidak banyak berubah, bahkan tidak banyak berubah. Hanya saja, dia bertambah tinggi dan terlihat semakin tampan.
“Kau tidak banyak berubah. Kau masih ingat dengan panggilan itu, meski kau pergi lama dariku. Hanya saja yang berubah darimu, kau lebih tinggi dan makin tampan.”
“Dan kau, makin cantik. Tapi, kenapa kau tidak bertambah tinggi?” perkataannya membuatku sebal. Apa maksudnya tidak bertambah tinggi? Huuh, apa aku terlalu kecil di mata dia? Aku pun cemberut sebal. “Sudah jangan cemberut. Kecantikkanmu hilang. Kita jalan-jalan saja mengelilingi taman ini. Lama rasanya nggak menikmati suasana taman ini.”
“Tidak ada yang berubah. Dan aku, selalu menyirami bunga yang kita tanam bersama.”
“Really?”
Aku mengangguk.
“Baiklah. Kehadiranku disini sepertinya tidak di anggap sama 2 sejoli yang baru saja bertemu. Aku akan ke dalam. Dan, jangan ada yang untuk menyentuh dan melihat tanaman di rumah kacaku. Awas kalau terjadi!”
“Saat kakak ada disini atau di USA, aku selalu ingat pesan itu.” ucapanku rupanya tidak di gubris dengan kak Jose, dia pergi setelah mengucapkan pesan yang selalu di ucapkan. Tapi itu tidak terlalu aku pikirkan, karena sekarang ini dan saat ini juga, disampingku ada lelaki yang aku sayangi yang telah datang kembali.
“Kau benar. Bunga ini terlihat sangat dirawat dengan baik. Warnanya makin merona, dia makin besar, dan aromanya makin mewangi.”
“Nggak salah kita tanam bunga ini disini. Ditamanku, tamanku dengan kak Jose, dan tamanku denganmu, Hyson.”
“Aku bahagia bisa pulang dari USA, dan sorry aku sudah ninggalin kamu.”
“Nggak masalah. Asal kamu pulang dengan kamu yang dulu, aku bahagia.” ucapku.
“Bunga ini jadi saksi cinta kita.”
“Dan juga taman ini.”
Kebahagiaanku berlimpah di pagi hari ini. Ditaman ini. Kebahagiaan selalu aku dapatkan dari orang-orang yang aku sayangi. Dan taman ini, membawaku menuju kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar