Sore hari pukul 17.15. Matahari sudah mulai terbenam. Aku selalu mengajaknya naik ke loteng rumah untuk menyaksikan sunset. Aku dan dia sangat menyukai sunset, tapi kami berdua tidak begitu suka dengan sunrise. Entah mengapa bisa begitu, tapi inilah yang sebenarnya. Menurutku, sunset lebih interesting dari pada sunrise. Flight saat sunset lebih indah. Warna oranye, kuning dan merah bertemu di satu tempat dan waktu dan hilang bersama-sama.
Adik perempuan yang aku sayang, adik perempuan yang aku manja, dan adik perempuan yang tidak akan lama di sisiku. Yeah, tidak lama lagi hidupnya berlangsung.
Akita Sachiko. 6 bulan sudah bertahan hidup dengan penderitaan karena penyakitnya yang semakin hari semakin membuatnya kesakitan. Tumor yang tumbuh di otaknya membuat Akita, adik perempuan semata wayangku, harus merasakan kesakitan dan menahan kesakitan itu karena Akita tidak mau merepotkan orang-orang yang dia sayangi hanya karena penyakitnya itu.
4 bulan sudah berlalu… Akhirnya penderitaan itu berakhir. Akita pergi dari sisiku. Pergi meninggalkan orang-orang yang menyayanginya. Pergi jauh, pergi untuk selamanya, pergi meninggalkan kenangan yang indah, kenangan yang susah dan bahkan tidak bisa dan tidak mudah untuk di lupakan. Dan hanya ada satu kenangan yang melekat di hati, pikiran, dan diriku sampai kapan pun. Kenangan yang selama ini aku lewati bersamanya di sisa akhir hidupnya. Menunggu dan melihat sunset di loteng rumah.
Kini, tidak ada yang menemaniku untuk melihat sunset yang begitu indah lagi. Sunshine ku telah pergi. Yeah, Akita adalah sunshine dalam hidupku. Sunshine adalah panggilan cantik untuknya dariku, karena Akita selalu menemaniku melihat dan menunggu sunset. Berat rasanya menjalani hidup tanpa ada sunshine di sisiku. Sulit untuk melupakan nama panggilan sayang itu dan susah untuk memberikan nama itu pada orang lain. Walau sebenarnya, Akita menyuruhku untuk memberikan nama itu pada orang lain. Orang lain, orang yang akan mengisi kehampaan ini, orang yang akan mengisi kekosongan jiwa, raga dan pikiran ini dan orang yang telah membuatku bahagia meskipun aku tidak yakin sepenuhnya.
Hari demi hari ku lalui dengan kehampaan, dengan kekosongan, dengan tidak ada semangat dan rasa putus asa. Akita, kakak ingin menemanimu di sana. Kakak ingin ada di sisimu selalu sampai kapanpun. Kakak akan selalu menyimpan nama panggilan sayangmu hanya untuk diri kakak sendiri dan kakak nggak akan memberikan nama itu pada orang lain meskipun kamu menyuruhku untuk memberikan pada orang lain. Andai saja kamu tau, tidak ada yang bisa sepertimu. Tidak ada orang yang bisa menggantikanmu dalam hidupku, tidak ada, NO OTHER.
Satu tahun sudah kamu meninggalkanku Akita dan aku masih sama dengan Kyushu Sachiko yang menjalani kehidupan tanpa semangat selama kamu pergi. Menjalani hari demi hari dengan hampa dan kosong, tapi Akita, tidak pada pagi ini. Pagi ini aku akan melupakan semua ke egoisanku. Aku akan menjalani perintah dan keinginanmu yang terakhir kalinya. Aku akan mencari orang yang kamu maksud dan yang kamu inginkan untuk aku panggil sunshine. Orang yang akan berada di sisiku sampai maut menjemput, orang yang akan di sisiku lebih dari adik, teman atau sahabat dan orang yang akan mengembalikan kebahagiaanku setelah kepergianmu.
Aku akan mencari orang itu di tempat yang paling kamu sukai. Taman Sakura. Akita, semoga aku akan mendapatkan orang itu di taman ke sukaanmu dan aku akan mendapatkan kebahagiaan itu dari dia. Dukung aku, Akita!
Taman Sakura tidak jauh dari rumahku. Hanya 10 menit dari rumah menuju taman itu dengan jalan kaki. Waktu yang tepat. Sampai sana, bunga-bunga sakura bermekaran. Apa ini sudah musimnya? Kenapa aku bisa tidak tau? Apa aku terlalu sering mengurung diri di rumah, jadi aku tidak tau musim apa sekarang? Tidak peduli! Yang harus aku pedulikan adalah mencapai tujuanku ke taman ini. Akan ku buka lembaran baru dengan kehidupan yang lebih bahagia.
Sampai di dalam taman, aku pun duduk di bangku taman yang di atasnya banyak bunga sakura bermekaran. “Ahh, segarnya udara di taman ini. Lama rasanya tidak merasakan udara sesegar ini. Meskipun kesegarannya tidak sesegar saat bersamamu Akita.” Entah berapa lama aku duduk di bawah sekerumbulan sakura yang bermekaran. Waktu tidak jadi masalah untuk saat ini. Yang ku butuhkan hanya kesenangan, kesegaran, ketenangan dan… “Boleh duduk di sini?” tanpa menoleh ke arah suara itu, aku langsung menganggukkan kepala. “Sering kemari?” tanya suara itu lagi, “Dulu.” jawabku sama seperi tadi. “Dulu?” tanyanya lagi, “Ya. Dulu, aku sering kemari bersama adik perempuanku. Tapi, sudah satu tahun aku tidak kemari dan baru hari ini aku kemari lagi.” jawabku dengan lancar. “Kenapa baru sekarang? Ada apa selama satu tahun itu?” tanyanya lagi, untuk ke empat kalinya. “Karena, adik yang aku maksud telah pergi untuk selamanya.” jawabku agak canggung. “Berarti nasib kita sama.” saat itu juga, aku menghadap pada suara yang dari tadi mengobrol denganku. Orang yang beberapa menit lalu berada di sampingku, duduk di sebelahku tapi aku tidak mengetahui wajahnya. Dan orang yang… “Akita?!” teriakku. “Apa? Akita? Bukan. Aku bukan Akita. Aku Suisun, Suisun Agawam.” balasnya dan mengulurkan tangannya. “Suisun?” tanyaku bingung dan dia hanya mengangguk dan menyodorkan tangannya lebih dekat padaku. Aku pun membalas uluran tangannya dan tanpa ku sadari, aku membalasnya dengan senyuman. “Kamu belum menyebutkan namamu.” ucapnya, “Oh ya. Kyushu Sachiko. Kyushu.” balasku dan melepaskan jabatan tangan. “Kamu seperti kakakku.” ucapnya sambil memandang langit, yang saat itu cuaca sangat cerah tapi masih sangat sejuk walaupun sudah jam 08.00 pagi. “Kakakmu?” tanyaku dan memandangnya. “Ya. Wajahmu hampir seperti dia. Maka dari itu, aku kemari dan ingin memastikan kalau kamu kakakku atau bukan dan ternyata bukan, karena kakakku memiliki tahi lalat di alis kanannya.” Suisun menceritakan semua itu dengan senyuman yang manis dan cantik. Aku tidak terlalu konsen pada ceritanya, karena selama dia bercerita aku memandangi wajahnya. Dari alis, kelopak mata, bulu mata, matanya, hidungnya, pipinya, senyumnya, bibirnya dan dagunya. Semua cantik, sempurna dan hampir seperti milik Akita hanya saja perbedaannya adalah bulu mata Akita tidak selentik milik Suisun. “Kyushu?” ucapnya memanggil namaku dan memandangku, aku pun langsung menatap langit, “Bagaimana dengan adikmu?” kata-katanya membuatku langsung menatapnya lagi. “Akita? Akita juga mirip denganmu, hanya saja bulu mata miliknya tidak selentik milikmu. Dan, sudahlah jangan bahas Akita. Aku kemari ingin mencari kesenangang dan kebahagiaan. Aku rasa, Akita juga tidak ingin kalau dirinya selalu dibahas.” ucapku dengan akhir senyuman. “Baiklah. Aku bisa memberikanmu kebahagiaan itu. Kyushu.” sontak mataku terbelalak. “Apa? Aku nggak ngerti maksud ucapanmu, Suisun.” Suisun tidak menjawab pertanyaanku. Dia langsung menarikku dan entah aku di bawa kemana.
Aku mengiluti langkah kakinya dari taman sampai keluar taman. Suisun tetap menggandengku dan dia terlihat sangat bahagia saat menggandeng. Tunggu… Tunggu… Kenapa aku jadi GR begini? Apa aku mulai ada rasa sama Suisun? Tapi, apa mungkin aku langsung ada rasa di awal pandangan pertama? Tapi, tunggu. Rasanya aku nggak asing sama wajah Suisun, aku pernah mengenal wajah ini. Tapi, dimana? “Sampai.” ucapnya girang. Aku langsung menghilangkan pikiran aneh yang menyelimuti pikiranku. Aku terkejut dengan apa yang ada di depanku. Ini kan tempat dimana Akita di istirahatkan untuk yang terakhir. Kenapa dia membawaku kemari? Apa dia teman Akita? . “Ayo masuk!” aku hanya mengangguk.
Sampai di dalam. “Aku sering melihatmu kemari. Dan entah kenapa, setiap aku kemari, aku selalu melihatmu kemari tapi kamu tidak melihatku karena tempat kakakku ada di depan tempat adikmu jadi otomatis, kamu membelakangiku.” jelasnya, sekarang aku ingat! Suisun adalah gadis yang tidak sengaja aku tabrak saat aku akan ke tempat Akita. Saat itu, Suisun membawa serangkaian bunga dan aku tidak sengaja menabraknya dan rangkaian bunganya jatuh. Saat itu, Suisun terlihat sedih dan dia langsung pergi. “Aku sering mendengarmu bercerita dengan tempat adikmu ini. Kamu bercerita tentang masa lalu waktu dia masih hidup dan well, kesukaan kalian berdua sama dengan kesukaanku dengan kakakku. Aku dan dia juga sering menghabiskan waktu sore untuk melihat sunset.” aku terkejut untuk kedua kalinya, “Benarkah? tanyaku dan Suisun hanya mengangguk. “Kalau begitu, habis dari sini kita makan berdua dan aku yang traktir. Lalu, kita melihat sunset di tempat yang paling indah. Aku tau tempat itu.” Suisun mengangguk.
Akita, akhirnya! Aku menemukan orang itu. Aku menemukan orang yang akan ku panggil sunshine dan orang yang telah membuatku memiliki semangat hidup lagi. Dan di luar dugaan, orang itu mirip denganmu. Kebahagiaanku kembali bahkan menjadi double kebahagiaan. Akita, aku bahagia di sini dengan kebaradaan Suisun Agawam. Semoga kamu juga bahagia di sana. Aku akan selalu menyayangimu Akita, selamanya… Walau ragamu tidak ada, tapi jiwamu ada di hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar